Cianjur,Jabar Liputan-6plus com
Seorang pria berinisial AH (62), warga Kp Cijengkol Desa Sukamanah Kec Cibeber kabupaten Cianjur, meninggal dunia setelah sebelumnya menjalani perawatan di Puskesmas Cibeber atas luka di jari kaki kirinya.
Keluarga menduga penanganan awal yang tidak tepat menjadi penyebab memburuknya kondisi korban hingga akhirnya meninggal dunia.
Menurut penuturan anak korban, DF (35), kejadian bermula saat sang ayah mengalami luka terbuka akibat kecelakaan kerja pada Kamis, 8 Mei 2025. AH kemudian dibawa ke Puskesmas Cibeber sebagai fasilitas kesehatan terdekat.
“Lukanya cukup dalam karena terlindas alat berat dan terkena besi. Tapi oleh petugas puskesmas disebut luka biasa, hanya dibersihkan dan dijahit sebanyak 16 jahitan,” ujar DF.
Namun, keesokan harinya AH mulai mengalami gejala seperti stroke ringan. Gejala ini bertahan hingga Sabtu malam (10/5/2025).
Pihak keluarga kembali membawa korban ke puskesmas pada Minggu (11/5/2025), namun petugas kembali menyatakan kondisi korban masih stabil, meskipun menyebut ada infeksi ringan dan memberikan obat pereda nyeri.
Kondisi AH justru semakin memburuk. Pada kunjungan ketiga ke Puskesmas Cibeber pada Rabu (14/5/2025), seorang dokter yang memeriksa langsung merujuk korban ke RSUD Sayang Cianjur dengan dugaan tetanus.
“Kami kaget karena menurut dokter RSUD Sayang, ayah saya seharusnya langsung dirujuk sejak awal karena luka itu serius dan didiagnosis tetanus stadium 4,” ungkap DF.
Setelah dua hari menjalani perawatan intensif di rumah sakit, AH dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (16/5/2025).
DF menyayangkan keputusan awal petugas puskesmas yang menurutnya terlalu meremehkan kondisi luka ayahnya.
“Saya sudah ikhlas, tapi sangat menyayangkan kenapa dari awal tidak dirujuk ke rumah sakit. Kalau tahu seperti ini, kami pasti tidak menunggu,” ucapnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Puskesmas Cibeber, Liste Zulhijwati Wulan, memberikan klarifikasi. Menurutnya, tim medis sudah menangani pasien sesuai prosedur standar yang berlaku.
“Penanganan awal dilakukan berdasarkan observasi langsung oleh petugas kami. Jika kemudian terjadi infeksi, bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kondisi lingkungan pasca perawatan,” jelas Liste.
Ia juga menyebut bahwa keputusan untuk menjahit luka didasarkan pada pertimbangan medis di lapangan.
“Jika sekarang disebut tidak seharusnya dijahit, itu merupakan analisa subjektif. Petugas kami adalah pihak pertama yang melihat langsung luka tersebut, dan keputusan mereka dibuat berdasarkan kondisi saat itu,” tambahnya.
Liste menegaskan bahwa pada kontrol ketiga, begitu ada indikasi kuat ke arah tetanus, pasien langsung dirujuk ke RSUD untuk penanganan lebih lanjut.
Pihak puskesmas, katanya, tetap terbuka terhadap evaluasi dan masukan dari rumah sakit maupun pihak keluarga, selama dilakukan secara objektif dan tidak menyalahkan satu pihak secara sepihak.
Cep Awan